Partai dan peraturan Diskriminatif
Peraturan bahwa untuk mencalonkan diri sebagai presiden, bupati, gubernur, walikota, atau anggota legislatif harus diusung oleh partai adalah peraturan yang diskriminatif.
Semua orang memiliki hak yang sama untuk dipilih sebagai pemimpin selama dipilih oleh rakyat. Kalau hanya yang diusung oleh partai yang boleh mencalonkan, maka itu mendiskriminasi orang yang tidak berada di partai atau diusung oleh partai. Peraturan tersebut melanggar hak asasi manusia. Siapapun yang mampu berhak memimpin apapun selama dipilih oleh rakyat.
Terbukti, per hari ini, partai tidak mewakili rakyat. Anggota partai yang ada di legislatif tidak mewakili suara rakyat. Terbukti ketika DPR RI membuat UU ITE.
Partai adalah salah satu beban APBN dan APBD. Dikutip dari inilah.com, sumber pendanaan partai tercantum dalam Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2011. Terdapat tiga sumber keuangan parpol, yaitu diperoleh dari iuran anggota yang sudah menjadi anggota DPR RI/DPRD Provinsi/Kota, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan keuangan dari APBN/APBD.
Selain menghabiskan APBN dan APBD, partai juga suka meminta proyek kepada para kadernya yang sudah menjabat, baik di legislatif maupun eksekutif. Partai juga menjadi salah satu faktor budaya korupsi di Indonesia. Terbukti, para pejabat publik dengan sukarela korupsi supaya bisa memberi uang ke partai yang telah mengusungnya.
Selain menjadi faktor dalam budaya korupsi di Indonesia, partai juga sering kali mencalonkan orang yang sama sekali tidak kompeten. Alih-alih mengkader para anggotanya dari nol sampai memiliki kepemimpinan dan kompetensi yang baik, banyak dari partai malah mencalonkan artis-artis yang tidak memiliki kompetensi sebagai anggota legislatif maupun pemimpin daerah. Selain itu, partai juga sering kali mengusung para pengusaha yang punya banyak uang. Sering kali, para pengusaha ini menjadikan pencalonannya sebagai jalan untuk memajukan usahanya. Memang boleh seorang artis maupun pengusaha mencalonkan diri di pemerintahan, tapi yang seharusnya dilibatkan adalah orang yang kompeten di bidangnya, bukan hanya mengandalkan ketenaran semata.
Partai juga kadang kali memanfaatkan fanatisme dan tribalisme di masyarakat. Partai kadang kala menunggangi agama, ras, suku, bahkan ormas demi kepentingan politik.
Lebih baik semua partai dibubarkan saja daripada terus menjadi biangnya korupsi dan adu kepentingan di pemerintahan. Dibuatkan aturan agar tidak boleh ada partai; semua pencalonan caleg, kepala daerah, presiden, dan jabatan lain dilakukan secara independen.