Kaum Kafir Quraisy yang Musyrik dan Perbedaannya dengan Ziarah serta Tawassul

 


Kaum kafir Quraisy dikenal dalam sejarah Islam sebagai masyarakat yang musyrik, yakni menyekutukan Allah dengan makhluk atau benda lain. Mereka menyembah berhala dan menganggapnya sebagai perantara kepada Allah. Praktik ini sangat berbeda dengan ziarah kubur dan tawassul yang dilakukan oleh umat Islam. Berikut penjelasan lebih detail tentang perbedaan tersebut.

Kesyirikan Kaum Quraisy
Kaum Quraisy pada masa Jahiliyah sebenarnya mengakui keberadaan Allah sebagai pencipta alam semesta. Hal ini tercermin dalam Al-Qur’an, yang menyebutkan bahwa jika mereka ditanya siapa yang menciptakan langit dan bumi, mereka akan menjawab bahwa Allah adalah penciptanya. Namun, pengakuan ini tidak diikuti dengan pemurnian ibadah kepada Allah. Mereka justru menyembah berhala sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dengan alasan bahwa berhala tersebut memiliki kedekatan khusus dengan Allah.

Selain itu, mereka melakukan berbagai bentuk ibadah kepada berhala seperti sujud, doa, dan persembahan korban. Hal ini bertentangan dengan tauhid uluhiyyah, yaitu keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah.

Ziarah Kubur dalam Islam
Ziarah kubur adalah amalan yang dianjurkan dalam Islam, karena dapat mengingatkan manusia pada kematian dan akhirat. Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk berziarah agar mereka selalu ingat bahwa hidup di dunia bersifat sementara. Dalam ziarah kubur, tujuan utamanya adalah mendoakan ahli kubur agar Allah mengampuni dosa-dosanya dan merahmatinya.

Namun, Islam melarang perbuatan seperti meminta bantuan kepada penghuni kubur, sujud, atau meyakini bahwa mereka memiliki kekuatan untuk memberikan manfaat atau mudarat. Ziarah kubur yang dilakukan sesuai dengan syariat merupakan ibadah yang menguatkan tauhid, bukan bentuk penyekutuan kepada Allah.

Tawassul dalam Islam
Tawassul adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan perantara tertentu. Dalam Islam, tawassul diperbolehkan jika dilakukan dengan cara yang sesuai syariat, seperti menggunakan amal saleh, nama-nama Allah (Asmaul Husna), atau meminta doa dari orang saleh yang masih hidup. Semua ini dilakukan dengan keyakinan bahwa hanya Allah yang memiliki kekuasaan untuk mengabulkan doa.

Berbeda dengan kesyirikan kaum Quraisy, tawassul tetap memurnikan tauhid. Orang yang melakukan tawassul tidak menyembah perantara tersebut, melainkan hanya menggunakannya sebagai sarana doa kepada Allah. Jika dilakukan dengan keyakinan bahwa perantara memiliki kekuatan mandiri untuk mengabulkan doa, maka hal ini tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Perbedaan Utama
Kesyirikan kaum Quraisy terletak pada pengalihan ibadah dari Allah kepada berhala, serta keyakinan bahwa berhala memiliki kekuatan mandiri. Ziarah kubur dan tawassul, sebaliknya, adalah praktik yang dilakukan dengan niat menguatkan hubungan dengan Allah. Ziarah mengingatkan manusia akan kematian dan mengajarkan doa kepada Allah untuk ahli kubur. Tawassul adalah bentuk permohonan kepada Allah, menggunakan perantara yang sesuai dengan syariat.

Kesimpulan
Kesalahan kaum Quraisy adalah menjadikan berhala sebagai sesembahan dan perantara kepada Allah dengan keyakinan yang bertentangan dengan tauhid. Sementara itu, ziarah kubur dan tawassul yang dilakukan sesuai tuntunan Islam tidak termasuk dalam kategori syirik. Penting untuk menjaga niat dan keyakinan agar praktik tersebut tetap berada dalam batas-batas tauhid.

Postingan populer dari blog ini

Kemajuan Negara Indonesia: Perspektif Struktur Organisasi, Partisipasi dan Keterlibatan, serta Kebebasan Berorganisasi

SESAT BERPIKIR KH IMADUDDIN USTMAN

FILOSOFI TASBIH